selamat hari pahlawan 2018, mengingat kembali apa yang sudah dilakukan oleh Romo Mangun atau Nama lengkapnya Yusuf Bilyatra Mangunwijaya. Sering dipanggil Romo Mangun ini. Beliau lahir di Ambarawa, 6 Mei 1929, dari pasangan guru SD Yulianus Sumadi Mangunwijaya dan Serafin Kamdaniyah. Nama kecilnya Bilyatra sedangkan Yusuf merupakan nama baptisnya. Nama dewasanya Mangunwijya yang diambil dari nama kakeknya, seorang petani tembakau.
Romo Mangun tamat SD di Magelang tahun 1943, sekolah Teknik (setingkat SMP) di Yogyakarta tahun 1947, dan SLA di Malang tahun 1951. Setamat SLA, ia menempuh pendidikan seminari sebagai calon imam Keuskupan Agung Semarang. Waktu itu Seminari Menengah berada di Jalan Code Yogyakarta hingga 1952 kemudian pindah ke Seminari Menengah Mertoyudan, Magelang hingga 1953.
Saat remaja Romo Mangun sempat ikut berperang dan berjuang sebagai prajurit BKR, TKR Divisi III, Batalyon X, Kompi Zeni 1945-1946, bahkan ia pernah menjadi komandan Seksi TP Brigade XVII, Kompi Kedu 1947-1948. Ia ikut dalam pertempuran di Magelang, Amabarawa, dan Semarang
Setelah tamat SLA Seminari Meryoyudan, Romo Mangun melanjutkan studi Filsafat dan Teologi di Institut Institut Filsafat dan Teologi Sancti Pauli, Yogyakarta tamat tahun 1959. Romo Mangun ditahbiskan pada tanggal 8 September 1959 oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ. Sesudah tahbisan Romo Mangun belajar di Institut Teknologi Bandung jurusan Arsitektur sampai tahun 1960. Tahun 1960-1966 Romo Mangun melanjutkan studi di Jerman yaitu Sekolah Tinggi Teknik Rhein, Westfalen, Aachen Jerman. Sepulang dari Jerman, ia bertugas sebagai pastor yang memperhatikan kaum miskin dan tinggal di paroki Salam, Magelang. Pada tahun 1978 ia mengikuti Felow of Aspen Institute for Humanistic Studies, Aspen, Colorado, Amerika Serikat.
Romo Mangun pernah menjadi dosen luar biasa di UGM Yogyakarta pada 1967-1980 pada Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, UGM. Sejak 1968 ia mulai aktif menulis kolom di berbagai surat kabar dan majalah. Tahun 1980 Romo Mangun berhenti sebagai dosen di UGM (namun sebgai arsitek independent ia terus berkarya), dan seijin dari Uskup memutuskan tinggal dan berkarya sebagai “pekerja sosial” di lembah Kali Code, Yogyakarta sampai 1986. Pada tahun 1986-1988 Rm Mangun berkarya di pantai Grigak Gunung Kidul, mendampingi penduduk setempat dalam program lingkungan hidup dan pengadaan air bersih.
Setelah itu ia kembali ke Yogyakarta, mendirikan Laboratorium Dinamika Edukasi Dasar yaitu sebuah lembaga nirlaba yang memusatkan perhatian pada bidan bidang pendidikan dasar terutama bagi anak-anak miskin dan terlantar. Romo Mangun juga aktif dan penduli pada warga korban pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah, sampai 1994. Mulai tahun 1994, atas ijin dan dukungan Bapak Wardiman Djojonegoro (Mendikbud waktu itu), Romo Mangun merintis program pendidikan dasar eksperimental di SD Kanisius Mangunan, Kalasan, sebelah timur kota Yogyakarta. Sampai akhir hayatnya Romo Mangun tidak pernah surut bergerak sebagai pejuang kemanusiaan. Romo Mangun ikut “demo” baik di Jakarya maupun di Yogyakarta bersama ribuan mahasiswa untuk menggalang people power yang akhirnya melengserkan penguasa Orde Baru.
Recent Comments